TERPESONA

TERPESONA
PANDANGAN PERTAMA

Selasa, 12 April 2011

PREDIKSI KESEIMBANGAN SUPPLY-DEMAND HASIL HUTAN KAYU INDONESIA Dodik Ridho Nurrochmat Lab Sosial Ekonomi, Fakultas Kehutanan IPB

Kondisi Sumber Daya Hutan

Pada dasarnya besar-kecilnya supply kayu bulat yang merupakan bahan baku utama dari produk kayu olahan sangat tergantung dari potensi sumber daya hutan. Berdasarkan data Statistik Indonesia (1997), pola alokasi atau pemanfaatan lahan berdasarkan penunjukkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sampai Maret 1997 menunjukkan luas hutan tetap adalah 113,241 ribu ha (hutan lindung 34,630 ribu ha, suaka alam dan hutan wisata 19,983 ribu ha, hutan produksi terbatas 23,863 ribu ha dan hutan produksi tetap 34,765 ribu ha), luas ini meliputi 58% luas daratan Indonesia.

Hasil hutan berupa kayu terutama dihasilkan dari Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap seluas ± 60 juta ha. Dari luasan hutan produksi 60 juta ha ini, 1,8 - 2 juta ha merupakan hutan produksi tetap yang ada di Jawa berupa hutan tanaman, selebihnya adalah hutan alam yang ada di luar Jawa. Selain berupa hutan produksi, bentuk hutan lain yang berfungsi produksi dan ada di luar hutan tetap yaitu hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) dengan luas areal ± 30 juta ha (Anonimous, 1997).

Dari segi kondisi penutupan lahan, hutan alam yang ada di luar Jawa ini telah banyak mengalami perubahan dari hutan belum ditebang (hutan primer) menjadi hutan sudah ditebang (hutan sekunder), ataupun bahkan tidak berhutan lagi karena digunakan untuk lahan pertanian maupun pemukiman atau transmigrasi. Menurut Sutter (1989) dalam Anonimous (1997) laju perubahan fisik hutan menjadi tidak berhutan yang disebabkan oleh berbagai aktivitas kurang lebih mencapai 906,400 hektar per tahun. Di era euforia reformasi dewasa ini, dimana penegakan hukum mencapai titik terlemah, laju perusakan hutan pasti jauh di atas angka 1 juta hektar per tahun atau di atas 1,5% per tahun dari total hutan produksi yang ada.
 
Berdasarkan data hasil Inventarisasi Hutan Nasional dalam Statistik Sumberdaya Hutan Indonesia sampai tahun 1996 hutan dengan fungsi produksi adalah seluas ± 94,9 juta ha, yang terdiri atas areal tidak berhutan seluas ± 23,9 juta ha (25%), dan yang berhutan seluas ± 70 juta ha (75%). Areal tidak berhutan ini sebagian besar berada di Kalimantan (39%) dan di Sumatera (34%).

Dalam rangka upaya rehabilitasi hutan tidak produktif dan peningkatan potensi produksi kayu guna memenuhi kebutuhan bahan baku industri perkayuan, sejak awal tahun 1990-an telah dicanangkan program pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Pembangunan HTI ditargetkan ± 4,6 juta ha yang akan dibangun di luar Jawa, sedangkan hutan tanaman yang sudah ada di Jawa ± 1,8 juta ha, sehingga luas total hutan tanaman/HTI mencapai 6,4 juta ha.

Realisasi pembangunan HTI selama periode tahun 1990 – 1998 yang dibangun di luar Jawa seluas 2,013,298 ha. Dari segi macam HTI yang dibangun adalah HTI pulp 956,326 ha, HTI non pulp 799,210 ha dan HTI trans 257,762 ha. Berdasarkan realisasi pembangunan tanaman dari HTI tersebut, luas rata-rata pembangunan HTI 223.688 ha/tahun, terdiri dari HTI pulp 106.258 ha/th, HTI non pulp 8,880 ha/th dan HTI trans 28.640 ha/th. Dengan asumsi laju pembangunan HTI relatif tetap yaitu 223.688 ha/th, maka waktu yang diperlukan untuk mencapai target pembangunan HTI seluas 4,6 juta ha lebih kurang 20 tahun yaitu sampai tahun 2010. Namun, melihat perkembangan pembangunan HTI pasca reformasi yang tersendat dan menghadapi banyak kendala terutama masalah sosial, serta tidak lagi dimungkinkannya penggunaan Dana Reboisasi untuk pembangunan HTI maka target pembangunan HTI seluas 6,4 juta hektar tersebut tampaknya sangat sulit terpenuhi.

Prediksi Permintaan-Penawaran Kayu

Salah satu analisa terpenting dalam menentukan pola dan strategi pemasaran produk di masa mendatang adalah membuat proyeksi permintaan dan penawaran. Berdasarkan analisa penulis, proyeksi penawaran-permintaan dengan perhitungan tahun dasar menunjukkan bahwa ekses permintaan kayu bulat domestik diperkirakan semakin membesar seiring dengan bertambahnya waktu mencapai hampir 10 juta m3 (2010) ditambah dengan defisit aktual saat ini. Dalam hal ini, defisit penawaran-permintaan yang sesungguhnya (the real gap) adalah defisit aktual pada tahun dasar ditambah dengan nilai gap pada proyeksi ini. Dari hasil perhitungan berbagai sumber diperkirakan defisit penawaran kayu bulat (permintaan didasarkan pada kapasitas terpasang industri) saat ini sekitar 30 juta m3, sehingga dengan prediksi pertambahan gap diatas (10 juta m3) maka gap riil pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 40 juta m3 (domestik).

Sedangkan proyeksi dengan menggunakan program CurveExpert menunjukkan bahwa penawaran kayu bulat domestik diperkirakan menyentuh titik nol pada tahun 2010. Artinya tanpa adanya upaya-upaya yang nyata dalam menangani perambahan hutan dan kayu ilegal yang marak dewasa ini, 10 tahun yang akan datang sudah tidak ada yang dapat diharapkan dari hutan produksi kita untuk pasokan kayu bulat domestik. Dari sisi pemasaran ekspor, defisit kayu bulat untuk permintaan ekspor juga cenderung semakin membesar hingga mencapai lebih dari 5 juta m3 pada tahun 2010.
 
Defisit penawaran (ekses permintaan) kayu gergajian untuk kebutuhan domestik diperkirakan mencapai 768.000 m3 satu dekade mendatang. Ekses permintaan ekspor kayu gergajian diperkirakan juga terus meningkat, diprediksi sepuluh tahun mendatang defisit penawaran mencapai hampir 900.000 m3 pertahun . Satu dekade mendatang (2010), ekses permintaan domestik terhadap produk kayu lapis diperkirakan hampir mencapai setengah juta m3 per tahun. Demikian juga dengan pemasaran ekspor kayu lapis, semakin lama defisit penawaran akan semakin membesar dan gap penawaran-permintaan ekspor kayu lapis diperkirakan mencapai sekitar 6 juta m3 pada tahun 2010

Apabila masalah bahan baku tidak terpecahkan, maka sepuluh tahun yang akan datang defisit penawaran domestik untuk wood furniture diperkirakan mencapai lebih dari 200 ribu m3 per tahun. Sedangkan defisit penawaran ekspor wood furniture akan mencapai kurang lebih 86 ribu m3 pada tahun 2010. Untuk produk pulp dan kertas, defisit penawaran pulp dan kertas domestik diperkirakan mencapai lebih dari 300 ribu m3 per tahun pada tahun 2010. Sedangkan ekses permintaan ekspor pulp dan kertas Indonesia diperkirakan mencapai 765 ribu ton pada tahun 2010, dengan asumsi permintaan-penawaran pada tahun dasar dalam kondisi equilibrium.
 
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa hampir dipastikan akan terjadi ekses permintaan yang besar terhadap hasil hutan kayu baik di pasar domestik maupun internasional, sehingga penentuan prioritas produk dan pengaturan kembali struktur industri perkayuan yang optimal (seharusnya) merupakan pekerjaan rumah yang mendesak.

Kecenderungan dan Harapan

Secara umum keadaan penawaran dan permintaan hasil hutan kayu bulat pada pasar domestik dan internasional menunjukkan kecenderungan sebagai berikut: Pertama, produksi kayu bulat dan kayu olahan di negara-negara produsen kayu cenderung semakin menurun. Kedua, kemungkinan akan terus terjadi pergeseran pada beberapa negara eksportir kayu bulat menjadi negara importir kayu bulat (barangkali termasuk Indonesia). Ketiga, volume kayu bulat yang beredar di pasar internasional cenderung semakin menurun akibat meningkatnya jumlah industri pengolahan kayu di negara-negara produsen kayu bulat, yang menyebabkan permintaan kayu bulat domestik meningkat. Terakhir, laju deforestasi yang sangat cepat, terutama setelah euforia reformasi pertengahan tahun 1997 menyebabkan tingkat kerusakan hutan yang sangat mengkhawatirkan. Apabila tidak segera dilakukan tindakan secara bijaksana, tegas, dan cepat pasokan kayu bulat Indonesia akan terhenti sebelum dekade kedua abad ini (sebelum tahun 2020).

Semoga dengan gambaran diatas, pemerintah (Dephutbun dan Deperindag) serta semua pihak terkait (Asosiasi, pengusaha, KADIN, dsb) dapat segera mengambil tindakan nyata dalam mengatasi kesenjangan penawaran dan permntaan produk berbasis kayu, dan lebih dari itu selanjutnya dapat dirumuskan strategi pemasaran hasil hutan kayu yang tepat untuk masa mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar